Pembajakan Software dan Solusi Mengatasinya
Berdasarkan survei
International Data Corporation (IDC) tahun 2007, Indonesia berada pada
urutan ke 12 dari 108 negara dengan angka penggunaan software (perangkat lunak)
ilegal mencapai 84 %. Angka persentasi ini menunjukkan perbaikan
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni pada tahun 2006 yang mencapai 85 %
(Prihatman, 2009 dalam Sains dan Teknologi 2). Meskipun begitu, tingkat
pembajakan software (perangkat lunak) ilegal hanya bisa dikurangi 1 %
saja dalam waktu satu tahun dari tahun 2006-2007. Dilihat dari data ini,
maka bisa kita simpulkan bahwa tingkat pembajakan software ilegal masih
sangat tinggi di Indonesia. Sesungguhnya tingginya penggunaan software
ilegal ini lambat laun akan mematikan kreatifitas masyarakat Indonesia,
karena mereka hanya akan menjadi pengguna instant produk software proprietary (tertutup) saja tanpa mau mengutak-atik prosesnya.
Sesungguhnya kita bisa menghindari penggunaan Software ilegal yaitu dengan beralih ke penggunaan software open source (terbuka). Sebagaimana diketahui, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva mencanangkan negaranya untuk menggunakan software open source agar dapat menghemat penggunaan uang negara (Kadiman K, Kompas 6/6/09).
Keuntungan lainnya dengan penggunaan software open source
adalah melatih kita agar bisa menjadi seorang programer, karena
software open source, source codenya yang terbuka dan bebas untuk
dimodifikasi, dan dikembangkan. Hal ini tentu berbeda jika kita hanya
menggunakan software proprietary (tertutup) sehingga hanya membuat kita sebagai pengguna saja. Sesungguhnya menggunakan software open source
sangat cocok untuk negara-negara berkembang, karena akan menghemat
penggeluaran belanja negara. Selain itu menurut Betti Alisjahbana
(Praktisi Teknologi Informasi Indonesia), perusahaan-perusahaan di
negara berkembang yang menggunakan software open source hanya akan mengeluarkan biaya 1/5 saja untuk biaya pelatihan SDM dari biaya pembelian lisensi software proprietary (tertutup).
Berdasarkan pengalaman yang dilakukan penulis, software open office 3 yang bersifat open source
hanya memiliki ukuran 151 MB saja, sehingga sangat muat untuk di simpan
dalam Flashdisk yang berkapasitas kecil, tentu dengan ukuran kecil
seperti ini sangat mudah untuk membawa open office 3 kemana-mana, karena
bersifat free dan terbuka. Selain itu, tampilan dan kualitas open
office 3 pun tidak kalah dengan software pengolah kata yang bersifat proprietary (tertutup).
Menggunakan software Open
Office 3 menimbulkan rasa aman bagi penulis, karena kita mendapatkannya
secara legal, karena software ini bebas dan terbuka dan dapat digunakan
secara gratis. Sebagaimana diketahui, software-software proprietary (tertutup) mendapatkan perlindungan hukum di Indonesia yang menurut UU Hak Cipta no 19 tahun 2002 pasal 30 dikatakan bahwa : “Hak Cipta atas ciptaan Software (Program Komputer) mendapatkan perlindungan selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan” ini
berarti, jika kita mengunakan software bajakan dalam masa waktu
perlindungan 50 tahun tersebut, maka kita bisa dikenakan tindakan pidana
yang menurut BAB XIII Tentang Ketentuan Pidana Pasal 72 : (3) dikatakan
: “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).
Oleh karena itu, maka gunakanlah software proprietary
yang legal dimanapun baik itu untuk keperluan perkantoran, pendidikan,
maupun bisnis. Namun, jika kita memiliki keterbatasan biaya untuk
mendapatkan software proprietary yang dibeli secara legal, maka kita bisa menggunakan alternatif lain yaitu menggunakan software open source yang tersedia secara gratis. Oleh karena itu, kepada vendor-vendor pembuat Software proprietary
(tertutup) harus bisa memberikan harga yang terjangkau khususnya bagi
negara-negara berkembang seperti Indonesia, pemberian subsidi dan
lisensi untuk penggunaan lebih dari 1 komputer agar diberikan agar
masyarakat pun mampu membeli software proprietary yang legal. Lisensi penggunaan lebih dari satu komputer tentu akan meningkatkan penjualan software proprietary
itu sendiri khususnya untuk segmen pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Karena bagaimana pun menurut pasal 15 UU no 19 tahun 2002 poin g
dikatakan bahwa : “Pembuatan salinan cadangan suatu program
komputer oleh pemilik program komputer (bukan pemegang hak cipta) yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri tidaklah dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta”. Melihat penjelasan poin ini, maka setidaknya UU masih memberikan hak kepada pembeli software asli untuk melakukan back up
sofwere asli dengan tujuan untuk cadangan, asal tidak untuk
dikomersilkan kembali. Maka, jika undang-undang memberikan keleluasaan
ini, maka sudah saatnya vendor-vendor pembuat software proprietary
memberikan penjualan lisensi untuk penggunaan lebih dari 1 komputer
dengan harga yang terjangkau, sehingga akan meningkatkan penjualan dan
masyarakat dapat membeli dengan biaya yang terjangkau. Strategi ini
tepatnya ditujukan untuk segmen pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Apapun pilihan anda, selalu belilah software proprietary yang legal atau gunakan software open source, tidak ada masalah semua pilihan ada di tangan anda. Yang jelas, kita tetap terus bersalah jika melegalkan pembajakan software proprietary dan tidak pernah mau belajar software open source.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar